Minggu, 16 Oktober 2011

Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP)

B. Resume Materi
1. Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP)
            Surat setoran pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalaui kantor penerima pembayaran.
Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP) adalah sebagai bukti pembayaran paajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatakan validasi.



a.       Pembayaran Pajak dan Surat Setoran Pajak.
Pembayaran pajak di lakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
·         Membayar sendiri  pajak yang terutang
·         Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain
·         Melalui pembayaran pajak di luar negeri
·         Pemungutan PPN olenh pihak penjual atau oleh pihak yang di tunjuk pemerintah
·         Pembayaran pajak lainnya seperti:
-          Pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB)
-          Pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
-          Pembayaran bea materai.

b.      Surat Setoran Pajak (SSP)  Standar
SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran dan digunakansebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Per-01/PJ./2006)
SSP Standar dapat digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak yang dibayar melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum terhubung secara on line tapi masih berhak menerima pembayaran pajak, dan untuk penyetoran/pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan dan atau PPN Bendaharawan.
SSP Standar  dibuat dalam rangkap 5 (lima), yang peruntukannya sebagai berikut :
·         Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;
·         Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
·         Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
·         Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
·         Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan    perpajakan yang berlaku.
·         SSP Standar diisi sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SSP sebagaimana ditetapkan dalam lampiranII Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-01/PJ./2006
Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP Standar sepanjang bentuk, ukuran dan isinya sesuai dengan lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

c.        SSP Khusus
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-01/Pj./2006, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan. SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
SSP Khusus dicetak :
·         pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar;
·         terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).

d.      SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam Rangka Impor)
SSPCP adalah SSP yang digunakan importir  atau wajib bayar dalam rangka impor. SSPCP dibuat dalam rangkap delapan yang diperuntukannya sebagai berikut:
·         Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui penyetor
·         Lembar ke 1b. Untuk penyetor
·         Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui KPPN
·         Lembar ke 2b dan ke 2c. Untuk KPP melalui ke KPPN
·         Lembar ke 3a dan ke 3b. Untuk KPP melalui penyetor
·         Lembar ke 4 untuk Bank  Devisa  persepsi, Bank Perserpsi atau PT POS Indonesia

e.       SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri)
SSCP adalah SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. SSCP di buat dalam 6 rangkap:
·         Lembar ke 1a. Untuk KPBC melalui penyetor
·         Lembar ke 1b. Untuk penyetor
·         Lembar ke 2a. Untuk KPBC melalui KPPN
·         Lembar ke 2b. Untuk KPP melalui KPPN
·         Lembar ke 3 untuk KPP melalui Penyetor
·         Lemabar ke 4 untuk bank persepsi
2. Surat Tagihan Pajak (STP)
            Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. Surat tagihan pajak diterbitkan apabila:
a.       Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b.      Dari hasil penelitrian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.
c.       Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
d.      Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat dfaktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
e.       Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap (selain: identitas pembeli, nama dan tanda tangan).
f.       PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
g.      PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak dimaksud dalam pasal 9 ayat (6 A) UU PPN 1984 dan perubahannya.

Fungsi STP adalah sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak, sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga dan alat untuk menagih pajak. Pengenaan sanksi berkaitan dengan STP diuraikan sebagai berikut:
1.      Sanksi administrasi berupa bunga 2 % per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya surat STP atau STP yang diterbitkan karena PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang baik, atau dari hasil penelitian surat pemberitahuan yang menunujukkan pajak kurang bayar karena terdapat salah tulis atau salah hitung.
2.      Sanksi administrasi berupa denda 2 % dari dasar pengenaan pajak dikenakan terhadap pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau pengusaha yang telah dikukukan sebagai pengusaha kena pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap atau pengnusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
3.      Sanksi administrasi berupa bunga 2 % dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan SKPKPP sampai dengan tanggal penerbitan STP terhadap PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan.

3. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
            Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
a.       Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
b.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
c.       SKPLB
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
d.      SKPN
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
4. Keberatan, Banding, Pemeriksaan dan Penyidikan
a. Keberatan
            Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi , jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, dapat mengajukan keberatan. Keberatan hanya ditujukan kepada Dirjen Pajak, Keberatan tersebut diajukan atas suatu:
1.      SKPKB
2.      SKPKBT
3.      SKPN
4.      SKPLB
5.      Pemotongan atau pemgungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perUUan perpajakan.
Tata cara pengajuan keberatan adalah sebagai berikut:
1.      Keberatan harus diajukan terhadap suatu jenis pajak dan satu masa pajak atau tahun pajak.
2.      Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang, jumlah pajak ,yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
3.      Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim SKP atau sejak tanggal pemotonngan atau pemungutan pajak, kecualli apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
4.      Wajib pajak yang masih mempunyai utang pajak, wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
5.      Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
6.      Dalam jangka waktu 12 bulan, sejak tanggal surat kebertan diterima, Dirjen Pajak harus memenuhi keputusan atas keberatan yang diajukan. Atas keberatan yang diajukan, Dirjen Pajak dapat mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besar.
7.      Apabila dalam jangka waktu tersebut no. 6 telah terlampaui dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yanng diajukan wajib pajak dianggap dikabulkan.
8.      Terhadap STP, SKPKB, serta SKPKBT, dan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, jangka waktu pelunasaannya tertangguh sampai denngan 1 bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan.
9.      Terhadap STP  , SKPKB, serta SKPKBT, dan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang dialami oleh wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak di daerah tertentu, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 2 bulan sejak jangka waktu diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, janngka waktu pelunasannyha tertanmgguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan.
10.  Wajib pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh wajib pajak dari pihak ketiga, pembukkuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.

b. Banding
            Apabila wajib pajak masih belum puas dengan surat keputusan keberatan atas keberatan yang diajukannya, wajib pajak masih dapat menngajukan banding kepada badan peradilan pajak.
            Tata cara pengajuan banding adalah sebagai berikut:
1.      Permohonan banding diajukan secara tertulis dalamk bahasa indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 bulan sejak surat keputusan keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan surat keputusan keberatan.
2.      Terhadap STP, SKPKB, SKPKBT, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
3.      Terhadap surat tagihan pajak, SKPKB, SKPKBT, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan banding serta putusan peninjauan kembali yang dialami oleh wajib pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 2 bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belu dibayar pada saat pengajuan keberatan, jangka waktu pelunasaannya tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
4.      Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan pada nomor 3 tidak termasuk sebagai utang pajak.
5.      Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan  pajak yang terutang sampai dengan putusan banding.

c. Pemeriksaan
            Dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan tujuan lain  antara lain:
1.      Pemberian NPWP secara jabatan.
2.      Penghapusan NPWP.
3.      Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
4.      Wajib pajak mengajukan keberatan.
5.      Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan bersih
6.      Pencocokan data dan atau alat keterangan.
7.      Penentuan wajib pajak beralokasi di tempat terkecil.
8.      Penentuan satu atau lebih tempat terutang pajak pertambahan nilai.
9.      Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
10.  Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
11.  Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak bertambah.

d. Penyidikan
            penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang dapat dilakukan oleh pejabat PNS tertentu di lingkungan Dirjen pajak diberi wewenang pidana di bidang perpajakan. Wewenang penyidik tersebut :
1.      Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.
2.      Meneliti, mencari, mengumpulkan keteranga orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
3.      Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan denga tindak pidana di bidang perpajakan.
4.      Memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
5.      Melakukan penggeledahan untuk me ndapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
6.      Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan  tindak pidana di bidanng perpajakan.
7.      Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan atau dokumen yang dibawa.
8.      Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
9.      Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
10.  Menghentikan penyidikan.
11.  Melakukan tindakan lain yang perlu untuk pelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Surat Utang Pajak

LATAR BELAKANG
  1. Bahwa masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
  2. Bahwa UU No. 19 tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara tidak dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan UU perpajakan yang berlaku.
  3. Perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak dan memberi motivasi peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat akan kewajiban membayar pajak.
TUJUAN
  1. Membentuk keseimbangan antara kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara.
  2. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak.
  3. Meningkatkan penerimaan negara dari sektor bea masuk, cukai, denda administrasi, utamanya yang merupakan piutang macet.
DASAR HUKUM
  • UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
  • UU Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai
  • UU Nomor 19 tahun 1996 tentang Penagihan dengan Surat Paksa
  • KMK No. 21/KMK.01/1999 tanggal 15 Januari 1999 tentang perubahan KMK No. 147/KMK.04/1998 tentang Penunjukan Pejabat unutk Penagihan P)ajak Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.
  • KMK No. 22/KMK.01/1999 tanggal 15 Januari 1999 tentang perubahan KMK No. 234/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor.
  • PP Nomor 3 tahun 1998 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
  • PP Nomor 4 tahun 1998 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang Dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
  • PP Nomor 5 tahun 1998 tentang Penyanderaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
SURAT PAKSA
Pengertian:
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, malaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
  1. Pejabat adalah pejabat yang berwenang :
    • mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak,
    • menerbitkan :
    1. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
    2. Surat Paksa
    3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
    4. Surat Perintah Penyanderaan
    5. Surat Pencabutan Sita
    6. Pengumuman Lelang
    7. Pembatalan Lelang
    8. Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
  1. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat Paksa, penyitaan dan penyenderaan.
  2. Surat paksa sekurang-kurangnya memuat :
    1. nama wajib pajak atau nama wajib pajak dan penanggung pajak
    2. besarnya uang pajak
    3. perintah untukmembayar
  1. Surat Paksa diterbitkan apabila :
    • penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
    • Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.
    • Penanggung pajak tidak memenuhi ketetentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
  1. Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada Hakim Komisaris atau Balai Harta Peninggalan dan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.
  2. Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita pajak meninggalkan surat paksa dimaksud dan mencatatnya dalam berita acara bahwa penanggung pajak tidak mau menerima surat paksa dan surat paksa dianggap telah diberitahukan.
  3. Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan .
PENYITAAN
Pengertian :
Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan penyitaan adalah memperoleh uang jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak, baik yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan penanggung pajak atau di tempat lain sekalipun penguasaannya berada di tangan pihak lain.
  1. Apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan, maka terhadap utang pajak yang tidak dilunasi oleh penanggung pajak, oleh pejabat diterbitkan surat perintah melaksanakan Penyitaan
  2. Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang dewasa. Hasil pelaksanaan penyitaan olehnya dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh jurusit, penanggung pajak dan saksi.
  3. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksaaan penyitaan.
  4. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu seperti :
    • Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo, rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan
    • Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu.
  1. Pengecualian dari penyitaan :
    • Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
    • Persediaan makanaan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak
    • Perlengkapan dinas
    • Buku-buku yang berhubungan dengan jabatan/pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.
    • Peralatan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan jumlah tidak lebih dari Rp. 10.000.000,00
    • Peralatan penyandang cacat.
  1. Barang yang telah disita dititipkan kepada penanggung pajak, kecuali apabila menurut jurusita pajak barang dimaksud perlu disimpan di kantor pejabat atau ditempat lain.
  2. Terhadap barang yang telah disita oleh kepolisan atau kejaksaan sebagai barang bukti dalam kasus pidana, Jurusita pajak menyampaikan surat paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa barang dimaksud akan disita apabila proses pembuktian telah selesai dan diputuskan bahwa barang bukti dikembalikan kepada penanggung pajak.
  3. Penyitaan tidak dapat dilakukan terhadap barang yang telah disita oleh pengadilan negeri atau instansi lain yang berwenang.
  4. Hak Mendahulu
Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali terhadap :
        • Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
        • Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud
        • Biaya perkara yang semata-mata dosebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
  1. Dalam hal obyek sita pajak di luar wilayah kerja pejabat yang menerbitkan surat paksa, pejabat meminta bantuan kepada pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat obyek sita berada untuk menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan terhadap obyek sita dimaksud.
  2. Dalam hal obyek sita pajak letaknya berjauhan dengan tempat kedudukan pejabat, tetapi masih dalam wilayah kerjanya, pejabat dimaksud dapat meminta bantuan kepada pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat obyek sita berada.
  3. Penyitaan Tambahan
     

 
 
 
 
 
 
Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila barang hasil lelang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
  1. Pencabutan
    • Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) atau ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah.
    • Pencabutan sita tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Pejabat.
  1. Pelarangan
    • Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewa, meminjam atau merusak barang yang telah disita
    • Membebani barang yang telah disita dengan hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu
    • Merusak, mencabut atau menghilangkan salinan berita acara pelaksanan sita atau merusak segel.
PENJUALAN/PELELANGAN :
    • Apabila utang pajak atau biaya penagihan tidak dilunasi oleh setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.
    • Pengecualian dari pelelangan :
o    Uang tunai
o    Deposito berjangka
o    Tabungan
o    Saldo rekening koran
o    Giro
o    Obligasi
o    Saham atau surat berharga lainnya
o    Piutang dan
o    Penyertaan modal pada perusahaan lain.
  • Apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah 14 hari kerja sejak penyitaan barang yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang, apabila pejabat segera menjual, manggunakan dan atau memindahbukukan barang sitaan utnuk pelunasan biaya penbagihan pajak dan utang pajak.
  • Sebelum jangka waktu 14 hari tersebut berakhir, penanggung oajak dapat mengajukan permohonan kepada pejabat untuk menggunakan barang sitaan berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu untuk pelunasan biaya pajak dan utang pajak.
  • Pembayaran untuk biaya penagihan pajak dan utang pajak untuk barang yang disita sebagaimana tersebut di atas dilakukan dengan cara :
    1. uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah
    2. deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke rekeningKas Negara atau Kas Daerah atas permintaan pejabat kepada bank bersangkutan.
    3. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan pejabat.
    4. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh pejabat.
    5. Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak menagih dari penanggung pajak kepada pejabat.
    6. Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan pengalihan hak menjual dari penanggung pajak kepada pejabat.
  • Lelang tidak dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan BPSP atau obyek lelang musnah.
  • Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.
  • Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada.
  • Sisi barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penganggung pajak setelah pelaksanaan lelang.
  • Hak penanggung pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan risalah lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak.
  • Pejabat dan jurusita pajak dilarang membeli barang sitaan baik untuk diri sendiri maupun atas kuasa pihak lain.
  • Larangan terhadap pejabat dan jurusita pajak untuk membeli barang sitaan berlaku terhadap istri, suami, kaluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus serta anak angkat.
PENCEGAHAN
Pengertian :
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peratura perundang-undangan yang berlaku.
  • Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
  • Keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan memuat sekurang-kurangnya :
    • Identitas penanggung pajak yang dikenakan pencegahan
    • Alasan untuk melakukan pencegahan
    • Jangka waktu pencegahan
  • Jangka waktu pencegahan dapat dilakukan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
  • Pencegahan terhadap penanggung pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
PENYANDERAAN
Pengertian :
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah melewati jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal Surat Penagihan diberikan kepada Piutang Pajak.
  • penyanderaan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baioknya dalam melunasi utang pajak.
  • Keputusan penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I memuat sekurang-kurangnya :
    • Identitas penanggung pajak
    • Alasan penyanderaan
    • Izin penyanderaan
    • Lamanya penyanderaan
    • Tempat penyanderaan
  • Penanggung pajak yang disandera ditempatkan di tempat tertentu, dengan syarat :
    • Tertutup dan terasing dari masyarakat
    • Mempunyai fasilitas terbatas
    • Mempunyai sistem pengamanan dan sistem pengawasan yang memadai.
  • Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal penanggung pajak sedang beribadah atau sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti pemilihan umum.
  • Berita acara penyanderaan sekurang-kurangnya memuat :
    1. nomor dan tanggal surat perintah penyanderaan
    2. izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
    3. identitas penanggung pajak yang disandera
    4. tempat penyanderaan
    5. lamanya penyanderaan
    6. identitas saksi penyanderaan
  • Penanggung pajak yang disandera dilepas :
    1. apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas
    2. apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan telah dipenuhi
    3. berdasarkan putusan pengadilan yang telah memenuhi kekuatan hukum tetap
    4. berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
  • Sebelum penanggung pajak dilepas, pejabat memberitahukan secara tertulis kepada kepala tempat penyanderaan sebagaimana tercantum surat perintah penyanderaan
  • Jangka waktu penyanderaan paling lama 6 bulan terhitung sejak penanggung pajak ditempatkan dalam tempat penyanderaan. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan.
  • Penanggung pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada pengadilan negeri.
  • Penanggung pajak dapat dapat memohon rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas masa penyanderaannya yang telah dijalani.
  • Besarnya ganti rugi adalah Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari.
  • Penanggung pajak tidak dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan setelah masa penyanderaan berakhir.
  • Penyanderaan terhadap penanggung pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan utang pajak.
GUGATAN
  • Gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan surat paksa, sita atau lelang hanya dapat diajukan kepada BPSP
  • Gugatan tersebut diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat paksa, sita atau pengumuman lelang dilaksanakan.
  • Gugatan tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More